Demonstrasi di kota Hanoi, Minggu (05/08) memprotes klaim Cina atas Laut Cina selatan |
Satu komentar meminta AS untuk "tutup mulut" menyangkut subyek itu, sedangkan yang lain mengatakan AS "layak mendapat kutukan."
Respon itu datang setelah Departemen Luar Negeri AS mengatakan mereka memantau "dari dekat" meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan.
AS juga menyampaikan kekhawatiran akan langkah Cina untuk memiliterisasi pulau sengketa tersebut.
"Cina meningkatkan level administratif akan Kota Sansha dan mengirim garnisun militer baru ke area yang disengketakan berlawanan dengan upaya diplomatik kolaborasi untuk menyelesaikan perbedaan dan meningkatkan ketegangan di wilayah itu," kata juru bicara Patrick Ventrell dalam pernyataan hari Jumat.
Kota Sansha terletak di Pulau Woody di kepulauan Paracel, yang dikendalikan Cina sejak pertempuran 1974 dengan Vietnam. Taiwan juga mengklaim kepulauan itu, yang populasinya hanya ribuan orang dan sebagian besar adalah nelayan.
Juni lalu, kota itu dinyatakan sebagai basis administratif Cina untuk seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk teritori Kepulauan Spratly dan Scarborough Shoal.
'Penghasutan'
Beijing memanggil wakil duta besar AS Robert Wang hari Sabtu lalu untuk menyatakan "ketidakpuasan besar" terhadap pernyataan AS.Dan hari ini sebuah komentar di edisi luar negeri People's Daily, media yang menjadi corong Partai Komunis, membawa nada yang sangat tajam pada AS.
"Pernyataan AS membingungkan semua pihak, membuat publik salah paham, mengirim sinyal yang salah dan harus dikritik," kata komentar tersebut. "Kita dapat berteriak bersama-sama kepada AS: Tutup mulut."
China Daily, dalam editorialnya juga menuduh AS sebagai "pembuat keributan."
"Jika Gedung Putih tertarik untuk memperbaiki perdamaian di Laut Cina Selatan, mereka harus meminta para pembuat keributan agar tidak berulah. Kebenarannya adalah, AS telah menghasut negara-negara lain yang terlibat konflik dan mempersenjatai mereka, pada saat yang sama menyalahkan Cina karena langkah-langkah defensif."
Cina mengklaim wilayah Laut Cina Selatan tersebut, sekaligus area yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei dan Malaysia.
Konflik kepemilikan itu dipicu dugaan adanya cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar di wilayah tersebut.
Tahun lalu hubungan antara Beijing dan Manila serta Hanoi rusak akibat konflik Laut Cina Selatan.
Bulan lalu, Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Asean) untuk pertama kalinya gagal melahirkan pernyataan bersama terkait masalah itu.
[BBcIndonesia/Go Klik-Info]
***Terima Kasih***
Artikel Terkait:
Share :