Oleh karena itu, peristiwa meteor di Rusia tersebut mengundang sejumlah proyek pendeteksian asteroid swasta di Amerika Serikat.
"Selama akhir pekan, kami melihat lalu lintas Internet sekitar 1.000 kali lebih besar dari biasanya, yang dikonversikan ke dalam donasi puluhan ribu dolar dari seluruh dunia," kata Diane Murphy, juru bicara B612 Foundation dilansir RIA Novosti, Kamis 21 Februari 2013.
B612 Foundation merupakan perusahaan nirlaba yang akan mengerjakan teleskop ruang angkasa inframerah swasta untuk melacak asteroid yang berseliweran di sekitar Bumi.
Beberapa minggu sebelum meteor Rusia menghantam langit Ural, perhatian dunia terfokus pada asteroid setengah lapangan sepakbola, 2012 DA14. Kebetulan asteroid ini juga mendekati Bumi pada hari yang sama dengan meteor Rusia, yakni pada jarak 27.681 kilometer. Asteroid 2012 DA14 sudah terdeteksi sejak tahun lalu oleh seorang astronom amatir.
"Sedangkan, meteor di Rusia tidak ada yang memprediksi sebelumnya, dan akhirnya menghantam wilayah Ural pada Jumat silam," ujar Murphy.
"Saya yakin banyak orang yang terkejut dengan kejadian tersebut, sekaligus membuat mereka sadar bahwa peristiwa serupa bisa saja terjadi di lingkungan mereka, di mana tidak ada yang melihatnya datang," tandasnya.
B612 bekerja sama dengan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akan meluncurkan teleskop inframerah ke dalam orbit Venus, yang bertugas untuk mencari asteroid yang belum teridentifikasi.
Diharapkan asteroid bisa terdeteksi sekitar 20 sampai 50 tahun sebelum dampaknya terasa di Bumi.
"Sangat banyak benda luar angkasa di luar sana yang perlu ditemukan sejak dini," kata Rusty Schweickart, mantan astronot Apollo 9 sekaligus pendiri B612, kepada RIA Novosti.
Cara ini akan memberikan sudut pandang baru kepada para peneliti, yang memungkinkan mereka melihat Bumi dengan posisi matahari ada di belakang mereka, berbeda dari teleskop yang melihat langsung ke matahari dan membuat penemuan titik asteroid lebih sulit.
"Dalam dua minggu pertama, setelah teleskop diluncurkan, kami memastikan akan menemukan asteroid lebih banyak dibanding yang jumlah terdeteksi selama ini," kata Murphy optimistis.
Prototipe teleskop telah dirancang dan kini sedang memasuki uji coba. Proyek senilai US$450 juta, atau setara Rp4,3 triliun, dijadwalkan rampung pada 2017.
Proyek ini hanyalah salah satu dari setidaknya setengah lusin modal swasta untuk mendorong eksplorasi ruang angkasa dan pelacakan asteroid.
"Meteorit Chelyabinsk menakutkan, beberapa ratus orang terluka, tetapi kerusakan itu relatif kecil dibandingkan dengan apa yang bisa terjadi dengan obyek yang sedikit lebih besar," kata John Tonry, peneliti utama untuk Asteroid Terrestrial-Impact Last Alert System (ATLAS), sebuah organisasi University of Hawaii yang mengembangkan serangkaian teleskop kecil untuk melacak benda-benda dekat Bumi.
Diakuinya, proyek ATLAS tersebut tidak akan mampu membelokkan asteroid yang mendekat ke Bumi. Tapi, dengan bantuan hibah US$5 juta, Rp48,4 miliar dari NASA, proyek tersebut dimaksudkan untuk memberikan sistem peringatan dini di masa akan datang.
Sistem peringatan dini ini diharapkan akan beroperasi penuh pada akhir 2015. "Benda seperti meteor bisa membunuh ribuan orang dan menghancurkan kota," tutur Tonry, dalam sebuah pernyataan di situs ATLAS.
***Terima Kasih***
Artikel Terkait:
Share :