Go klik-Info,Data dari berbagai negara menujukkan infeksi baru untuk HIV menurun.
Namun kondisi ini berbanding terbalik dengan di Indonesia yang justru
meningkat. Kenapa begitu?
"Di Indonesia setiap harinya di lapangan masih menemui adanya peningkatan kasus baru," ujar dr Dyah Agustina Waluyo, dokter yang concern dibidang HIV/AIDS, dalam acara berbagi informasi hasil konferensi internasional AIDS 2012 di Poliklinik Pokdisus RSCM, Jumat (3/8/2012).
dr Dyah menuturkan hal ini karena estimasi penduduk Indonesia yang terinfeksi sekitar 300 ribu, tapi kenyataannya pasien yang sudah mendapatkan pengobatan ARV baru sekitar 35.000. Kondisi ini menunjukkan masih ada pasien terinfeksi yang belum ketemu sehingga angkanya pasti akan meningkat.
"Saya sedih, orang sudah melangkah maju sedang kita masih jauh di belakang. Di Indonesia tiap hari masih terdengar ada bayi yang lahir dengan HIV positif, kita belum mampu mencegah penularan dari ibu ke bayi," ujar dokter yang berpraktik di RS Kramat 128.
Saat ini makin banyak negara yang memudahkan testing untuk HIV bahkan beberapa ada yang diwajibkan, tapi untuk disini terbilang sulit karena adanya diskriminasi. Jika menggunakan cara VCT (volunteer conseling testing) dan PITC (provider initiating testing conseling) maka ketemu kasusnya relatif lambat, sehingga harus berani menganjurkan testing.
"Semua orang bisa tertular, jadi kalau dites tujuannya untuk menyelamatkan dia dan juga bayinya dan bukan untuk diskriminasi," ungkapnya.
Sementara itu Prof Zubairi Djoerban menuturkan di RSCM sendiri tiap bulannya ada 1.200-1.300 laki-laki dengan HIV yang berobat, sekitar 500-an perempuan dengan HIV yang berobat dan 210 bayi dan anak dengan HIV. Ia mengungkapkan mungkin poliklinik ini jadi poliklinik yang paling sibuk.
"Cukup banyak orang dengan HIV disini yang minum obat ARV lebih dari 5-10 tahun, bahkan ada yang sampai 18 tahun dan sekarang sehat wal afiat selama ia minum obat ARV tersebut secara teratur," ujar Prof Zubairi.
Prof Zubairi menuturkan peraturan WHO terbaru mwmberikan pedoman orang tanpa HIV boleh mengonsumsi ARV agar tidak tertular, diberikan pada orang yang berisiko tinggi seperti memiliki pasangan yang positif HIV, pasangan homoseksual dan waria, asalkan benar-benar negatif.
"Tetap gunakan kondom dan jika ada infeksi menular seksual tetap dikonsumsi obatnya, tidak memiliki penyakit tulang dan ginjal serta pantau tes HIV secara berkala, karena kalau hasilnya positif obat ini tidak cukup harus ada 3 obat," imbuhnya.
Untuk itu ke depannya nanti harus ada perubahan dalam hal tes HIV, sekarang ini harus lebih pro aktif meminta pasien untuk memeriksa dan masyarakat juga mau melakukannya.
"Di Indonesia setiap harinya di lapangan masih menemui adanya peningkatan kasus baru," ujar dr Dyah Agustina Waluyo, dokter yang concern dibidang HIV/AIDS, dalam acara berbagi informasi hasil konferensi internasional AIDS 2012 di Poliklinik Pokdisus RSCM, Jumat (3/8/2012).
dr Dyah menuturkan hal ini karena estimasi penduduk Indonesia yang terinfeksi sekitar 300 ribu, tapi kenyataannya pasien yang sudah mendapatkan pengobatan ARV baru sekitar 35.000. Kondisi ini menunjukkan masih ada pasien terinfeksi yang belum ketemu sehingga angkanya pasti akan meningkat.
"Saya sedih, orang sudah melangkah maju sedang kita masih jauh di belakang. Di Indonesia tiap hari masih terdengar ada bayi yang lahir dengan HIV positif, kita belum mampu mencegah penularan dari ibu ke bayi," ujar dokter yang berpraktik di RS Kramat 128.
Saat ini makin banyak negara yang memudahkan testing untuk HIV bahkan beberapa ada yang diwajibkan, tapi untuk disini terbilang sulit karena adanya diskriminasi. Jika menggunakan cara VCT (volunteer conseling testing) dan PITC (provider initiating testing conseling) maka ketemu kasusnya relatif lambat, sehingga harus berani menganjurkan testing.
"Semua orang bisa tertular, jadi kalau dites tujuannya untuk menyelamatkan dia dan juga bayinya dan bukan untuk diskriminasi," ungkapnya.
Sementara itu Prof Zubairi Djoerban menuturkan di RSCM sendiri tiap bulannya ada 1.200-1.300 laki-laki dengan HIV yang berobat, sekitar 500-an perempuan dengan HIV yang berobat dan 210 bayi dan anak dengan HIV. Ia mengungkapkan mungkin poliklinik ini jadi poliklinik yang paling sibuk.
"Cukup banyak orang dengan HIV disini yang minum obat ARV lebih dari 5-10 tahun, bahkan ada yang sampai 18 tahun dan sekarang sehat wal afiat selama ia minum obat ARV tersebut secara teratur," ujar Prof Zubairi.
Prof Zubairi menuturkan peraturan WHO terbaru mwmberikan pedoman orang tanpa HIV boleh mengonsumsi ARV agar tidak tertular, diberikan pada orang yang berisiko tinggi seperti memiliki pasangan yang positif HIV, pasangan homoseksual dan waria, asalkan benar-benar negatif.
"Tetap gunakan kondom dan jika ada infeksi menular seksual tetap dikonsumsi obatnya, tidak memiliki penyakit tulang dan ginjal serta pantau tes HIV secara berkala, karena kalau hasilnya positif obat ini tidak cukup harus ada 3 obat," imbuhnya.
Untuk itu ke depannya nanti harus ada perubahan dalam hal tes HIV, sekarang ini harus lebih pro aktif meminta pasien untuk memeriksa dan masyarakat juga mau melakukannya.
[detik/Go klik-info]
***Terima Kasih***
Artikel Terkait:
Share :